Mengikat janji sehidup semati, mewujudkan angan yang
terlanjur terpatri di hati. Sorak sorai serta tepuk tangan para hadirin malam
itu menambah asupan gegap gempitaku. Malam itu tepat 25 tahun pernikahan kami,
kawin perak, katanya. Kawan lama, keluarga, kerabat, relasi, serta tetangga turut
serta memeriahkan hari jadi kita, kamu dan aku.
Masih ku ingat senyummu, garis wajahmu, harum tubuhmu,
bahkan caramu berbicara. Semua masih sama, masih terlalu indah untuk dilupakan.
Malam itu, kala perayaan telah usai, kau memanggilku dengan mesra dari sisi
tempat tidur besar kita. Kau menuntunku ke balkon dan memangku gitar
kesayanganmu.
“Kamu itu hadiah terindah buat aku, dulu, saat ini, dan
untuk selamanya. Bahkan sampai aku kembali ke hadapanNya.”
“Udah malem, nggak usah ngawur deh.” Kataku saat ini sambil
mencubit pelan lengan dan perutmu, Tahukah
kamu jika saat itu aku ketakutan setengah mati?
Sungguh, berpisah denganmu adalah mimpi terburukku. Selama 25
tahun aku selalu melihatmu di kala ku bangun maupun bersiap untuk tidur. Dimulai
dengan mengecup pelan keningku, sampai merengkuhku ke dalam pelukanmu. Kamu ,hanya
kamu. Begitu terulang setiap harinya.
***
“Ikhlaskan Nin, jangan bikin Reno berat melepasmu.”
Entah sudah berapa lama aku hanya memandang kosong ke
tempatmu berbaring dengan nyamannya. Wajahmu yang tampan masih mengguratkan
senyum manismu disana, bahkan garis-garis ketampanan dan sisa-sisa kegagahanmu
tidak memudar seiring dengan tubuhmu yang makin mengurus dan kulitmu yang makin
memucat. Aku sayang kamu, hanya itu yang bisa ku ucapkan berkali-kali
melalui telinga kanan dan kirimu.
Sudah 40 hari engkau terbaring koma tak berdaya di ruangan
serba putih yang dipenuhi dengan bau khas obat-obatan, bau yang paling aku
benci. Tapi demi kamu, aku mencoba untuk kuat dan menepis rasa takut dan
benciku.
“Dicoba pelan-pelan ya, Adit butuh kamu Karenina.”
Bahagiamu, bahagiaku. Mungkin hanya inilah yang bisa aku
lakukan untukmu, membuatmu bahagia dengan melepasmu. Andai saja kau bukan
Aditku, mungkin aku tak kan pernah rela melepasmu. Tapi kamu Aditku, orang yang
paling mengerti aku. Selembar surat yang dibungkus dengan amplop berwarna peach, warna kesukaanku tiba-tiba
kutemukan dalam laci riasku saat aku sedang mencari bedak untuk menyamarkan
rona pucat pasi pada wajahku sebelum mengantarkanmu ke tempat terakhirmu.
How sweet you are?
Bahkan di detik-detik kepergianmu, kau masih saja tetap berusaha untuk
membahagiakanku.
Aku tahu kamu pasti
bisa melewati hari-hari tanpa aku di sisimu. Kamu kuat, kamu bisa.p Percayalah, dengan atau tanpa aku di sisimu, kamu berhak untuk selalu bahagia, dan aku akan
selalu hidup dalam senyum dan hatimu. I love you, always.
Your Hubby, Adit.
Dan puisi milik Djoko Damono, ikut tertulis dengan apik di
dalam surat milik Adit.
pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau tak akan kurelakan sendiri
pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati
pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari