Hello and happy Tuesday Night! Dan..selamat berlebaran haji juga peeps! Hore makan kambing!:)))
Sesuai sama caption pict di atas, gue mau berbagi something sama kalian. Well, menang kalah hal biasa kok, at least udah dicoba. So, here it is. Tulisan kali ini adalah tulisan yang gue kirim buat berpartisipasi di salah satu lomba. Sebut saja extravaganza. Sayang beribu sayang ternyata belom berjodoh buat jadi pemenang. Yaudah lah ya, hidup masih terus berlanjut. So..enjoy it! XD
Psssttt...ini sih passion terdalam juga, jadinya enjoy banget pas proses nulisnya. Cuma agak sedih pas proses editing karena mesti ngecut beberapa paragraf biar pas sama persyaratannya. FYI, 5 lembar itu ternyata dikit banget ya. Mungkin sih faktor jam terbang saya dan kurangnya latihan sehingga belum bisa menempatkan tulisan sesuai dengan persyaratan dan kualifikasi yang dibutuhkan.
Saya pernah membaca sebuah tulisan, katanya kalau kita mempunyai mimpi. alangkah baiknya jika dituliskan. Tara...dan inilah tulisan yang sebagian curcol, obsesi, dan mimpi-mimpi yang menjadi penyemangat saya. bukankah ini termasuk untain doa kepada Sang pencipta? :)
Overall, i love this one-called short story. happy reading!
****
My Life as
Young Entrepreneur
Kenapa harus milih yang nggak pasti kalo ada
yang pasti-pasti aja?
Kuno.
Rasanya ingin aku jabarkan secara panjang lebar tentang pilihanku untuk menjadi
seorang entrepreneur. Tapi aku bisa
apa? Dengan usia yang baru menginjak angka dua puluh dua tahun, tiga bulan yang
lalu, membuatku hanya bisa memendam kekesalanku di hadapan mereka, mereka yang
lebih tua, yang katanya lebih hebat, yang katanya sudah khatam dengan asam
garam kehidupan.
Yang
katanya......
***
“Salah ya
kalo gue males anter CV kesana kemari dan lebih memilih untuk memperjuangkan passion gue?”
Siang itu panas, sepanas
tekadku yang membara untuk membuktikan kepada keluarga besarku tentang mimpiku
yang bukan hanya sekedar imajinasi belaka.
“Sama
sekali enggak Re, justru dengan keadaan yang kayak gini harusnya sih jadi pecutan
buat lo. Semakin lo diinjek, semakin tinggi juga keinginan lo buat survive dan membuktikan kalo lo bisa
sama orang-orang yang terlanjur meremehkan lo.”
“Rasanya
sakit banget Ta, bahkan sama keluarga lo sendiri. Can’t believe it.”
The moment, ketika lo diremehin sama orang-orang
yang lo sayang, orang-orang terdekat lo.
“I know, tapi gue percaya lo pasti bisa.
Siapa sih yang nggak kenal Remiya Karina kalo udah fight sama
passionnya?”
Your best friend know you more than you know
yourself.
Thanks God!
Detik itu aku percaya, kalau bahagia itu sederhana. Bukan dengan
hura-hura atau pesta pora. Nggak perlu banyak orang buat bikin kita bahagia,
tapi cukup satu yang akan tetap bertahan, yang akan menjadi sandaran, dengan
atau tanpa sebuah permintaan. Tania did
it. Tania Viscania, partner in crimeku
dari awal masuk kuliah hingga lulus di Manajemen UGM.
“Inget kan
mimpi lo buat sekolah lagi? Buat mengasah kemampuan desain lo? Buat bikin clothing line lo sendiri?”
“Fight, work, face, and pray. You deserve to
be success babe. Kita emang masih muda, tapi jangan remehkan kobaran
semangat perjuangan kita.”
***
Perjalanan
baru dimulai kala itu. Sebuah perjalanan yang perlahan mampu mengubah hidupku.
Keluar masuk pasar, pergi dari pagi hingga petang, bahkan rasanya rumah hanya
sebuah persinggahan di kala malam menjelang. Pergi kesana kemari, tanya
sana-sini, mengorek informasi dari siapa saja, dari pemilik toko, tukang becak,
tukang parkir, tukang siomay, hingga tukang gorengan. Katanya, kalau kita berusaha dengan sekuat tenaga, maka
alam pun akan berkonspirasi untuk
membantu mewujudkan mimpi-mimpi kita.
Nggak ada
kesuksesan yang instan, semua butuh proses,
butuh perjungan, juga
pengorbanan.
“Mbak
Remi, paketnya udah sampai. Barangnya ditaruh di tempat biasa ya.”
Mang Udjo,
salah satu pekerjaku, menyadarkanku dari lamunanku 4 tahun yang lalu. Saat
semuanya masih terasa bagai pungguk merindukan bulan, masih jauh dari
jangkauan, masih berupa bayangan.
Semenjak clothing line milikku menjadi salah satu
produk yang menjadi tren anak muda, nama Remiya Karina seakan-akan sudah
menjadi konsumsi publik. Bahkan bukan sekali dua kali namaku dan clothing line yang aku miliki muncul di
majalah remaja maupun koran ibukota.
Rasanya masih kayak mimpi yang terlalu indah buat menjadi nyata.
Sketching, designing, mix n match color,
googling and browsing the latest style, sampai blusukan ke pasar dan mall-mall ibukota menjadi rutinitasku
setiap harinya. Belum lagi melakukan controlling
di bagian operasi, produksi. hingga marketing.
“Bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk
mimpi-mimpimu.” Quote milik Andrea
Hirata yang selalu diucapkan Tania di kala down
menyergapku terbukti masih menjadi suplemen terbaikku hingga kini.
Kini
jawaban atas doa-doa malam yang kami panjatkan terbukti sudah. Jika aku sukses nyemplung di dunia clothing line, Tania kini sibuk mengurus bisnisnya di ranah
kuliner. Mojang Bandung yang satu itu memang pandai memanfaatkan peluang kota asalnya
yang tidak pernah sepi, Paris Van Java. Bubblebee Cafe, sebuah coffee shop bertema
vintage yang berlokasi di Jalan Dipati Ukur No.15 yang
tidak pernah sepi pengunjung terlebih saat weekend.
***
“Kami cuma nggak rela kalau kamu hidup
terombang-ambing dalam ketidakpastian. Apa susahnya sih mengubur mimpi kamu
demi sebuah hal yang pasti?”
Masih
membekas dengan jelas di ingatanku ketika mama, papa, dan kakak-kakakku yang
kebetulan semuanya memang PNS memarahiku habis-habisan karena keenggananku
untuk melamar kerja baik ke instansi pemerintahan maupun ke perusahaan swasta.
Bukan, bukannya aku terlalu malas dan hanya memikirkan untuk bersantai ria
dengan memilih untuk berwiraswasta. Jauh dari itu, menurutku prospek kedepannya
jauh lebih besar. Jika seorang pegawai negeri bisa mendapatkan gaji sebesar x
per bulannya, maka aku harus bisa untuk mencapai omset yang lebih besar
berkali-kali lipat dari x.
Justru menurutku
jam kerja seseorang yang berwirausahalah yang nggak ada habisnya. Tak kenal
waktu, tak kenal tempat, bahkan tak mengenal yang namanya weekend. Seorang enterpreneur
dituntut untuk selalu kreatif, inovatif, dan mampu membaca peluang. Kalau
nggak ya siap-siap aja dengan pelaku usaha baru yang lebih fresh dengan segudang ide dan produk barunya.
Time flies, people changes. Seiring
berjalannya waktu semuanya terasa berubah. Bahkan kini keluargaku yang semula
bersatu untuk menentangku kini berbalik untuk mendukungku. Aku percaya,
semuanya yang diawali dengan niat baik pasti berakhir dengan kebaikan. Bermodal
dengan 50% nekat dan 50% tekad.
“Mbak Remi
diminum dulu tehnya, awas loh mbak jangan terlalu capek-capek, nanti sakit kan
si mbok juga yang repot.”
“Iya
mbokku sayang, ini Remi cuma periksa berkas perjanjian kerja bentar kok mbak,
abis itu langsung tidur.”
“Nah gitu
dong mbaknya kan si mbok jadi lega. Jangan lupa sholat dan bersyukur sama Gusti
Yang Maha Kuasa.”
“Siap
Komandan!” kataku sambil menirukan gaya hormat ala-ala prajurit kepada
atasannya ketika diberi perintah. Mbok Minah, asisten rumah tanggaku itu memang
nggak ada matinya untuk berkhotbah panjang lebar jika aku sedang lembur seperti
sekarang. Cerewetnya persis seperti mamaku, bahkan rasanya aku seperti memiliki
dua mama yang selalu ingin menjagaku.
***
Pancious Pancake, GI. 12.30
“Blueberry cheese cakenya satu dulu aja
mas sama ice chocolatenya satu.” Hari
ini aku ada janji untuk interview
dengan reporter majalah kampus di salah satu universitas swasta ternama yang
tertarik dengan bisnis yang aku jalankan saat ini.
Di dalam
kamusku, lebih baik menunggu daripada ditunggu. Makanya, walaupun waktu janjian
kami masih setengah jam lagi, aku lebih memilih untuk lebih dulu berada di
lokasi sambil menikmati tempat makan
yang super comfy dan homy ini.
“Kak
Remiya ya? Maaf ya kak aku telat. Perkenalkan kak, aku Nadiana Putri dari com-speak magz.” Seorang gadis muda yang jika kutaksir umurnya masih 18 tahun
terlihat menghampiri mejaku dengan agak tergesa-gesa. Dari stylenya aku bisa melihat bahwa ia cukup peduli dengan fashion dan harus ku akui memiliki skill yang lumayan dalam menentukan outfit of the daynya. Mungkin bisa
kupertimbangakan untuk ku rekrut menjadi asistenku beberapa tahun lagi.
“Nggak papa kok, selow aja. Mending kamu pesen
dulu aja” Kataku santai sambil mencairkan suasana. Sekilas ekspresinya cukup
tegang, mungkin ia pernah mendapat sambutan yang tidak mengenakkan dari
narasumber sebelumnya.
“Hehe,
makasih ya kak. Aku kirain kakak tipe pengusaha sukses yang serius. Eh nggak
taunya baik banget gini.” Kekehnya pelan sambil mengambil buku menu yang aku
sodorkan.
“Boleh
dong kak dishare suka dukanya dari
awal merintis sampai sekarang.”
“Duh kamu
bakalan capek deh kalau dengerin semuanya. Ibaratnya sih kayak dibacain dongeng
sebelum tidur.”
“Kakak
bisa aja deh bercandanya. Hehe seriusan nih kak.” Katanya lagi dengan mata
berbinar, bolpoin yang sudah stand by
di atas notebook mini pinknya, serta mimik serius yang
terlihat dari raut wajahnya.
“Nanti
kamu cek blog dan buku aku aja ya, semua lengkap kok disitu. Sekarang kita
makan dulu aja, tuh pesenannya udah dateng. Habis makan kita lanjut lagi interviewnya.”
“Pantesan
aja banyak fansnya. Udah cantik, baik , masih muda, pinter nulis, pengusaha
sukses lagi. Ah kakak. Mau banget jadi kakak!” katanya terlalu berlebihan.
Enam bulan
yang lalu aku ditawari oleh sebuah penerbit untuk menuliskan kisah hidupku ke
dalam buku non fiksi. Sebuah buku yang ditulis dengan bahasa yang mudah dicerna
dan ditujukan untuk memotivasi kaum muda
agar terus berusaha untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. My life as Young Enterpreneur, buku
dengan tebal 200 halaman yang dilengkapi dengan ilustrasi menarik dan sengaja
didesain full color, resmi dirilis
dua minggu yang lalu dan mendapat sambutan yang sangat positif dari masyarakat.
Sungguh di luar ekspektasiku. Sebuah perjalanan hidup, kumpulan mimpi, dan
bukti kerja keras dari seorang Remiya Karina.
I have a dream, and I fight for it.
Tak pernah
terbersit dalam anganku untuk berpamer ria dengan apa yang aku miliki kini.
Sungguh, bukan itu kawan. Aku hanya ingin berbagi dan melalui buku ini aku
ingin mereka percaya, bahwa segalanya akan menjadi nyata jika kita berusaha
sekuat tenaga.
Sebuah kalimat
pendek milik Nad—nama panggilan dari Nadia, menutup interview kami sore ini. “Pada
dasarnya semua berhak mendapatkan yang terbaik setelah melakukan yang terbaik. Kalau
kakak bisa kenapa yang lain enggak?”
Thankyou for visiting my blog. Let's connect & be a friend:D
Cheers,
Ifa