SKS. Sistem Kebut Semalam, Sistem
Kebut Sekejap, Sistem Kebut Semampunya.
Well, begitu banyak singkatan yang bisa kita dapatkan dari tiga huruf
berjuta makna ini, SKS.
Have you heard it? Or maybe have you did it?
Di penghujung Oktober hingga awal
November ini, secara serentak hampir di seluruh kampus di Indonesia baik negeri
maupun swasta sama-sama melaksanakan pekan UTS yang tidak hanya menyita waktu,
pikiran, emosi, dan tenaga, terutama waktu tidur kita. Selama menjadi
mahasiswa, saya rasa sistem SKS yang saya paling parah saya jalani adalah tahun
ini. Bayangin aja sob, tidur pas banget sebelum azan subuh dan jam setengah 6
udah mesti bangun lagi. Mata panda? Nggak perlu ditanya lagi. Ab-so-lute-ly. Tapi penderitaan belum
berakhir sob, hal termiris dari yang termiris adalah walupun udah begadang
semalaman ternyata masih aja mati kutu
pas berhadapan sama soal. Oh no,
lebay sih tapi nyata. Waktu pengawasnya bilang waktu habis dan mesti ngumpulin
berkas jawaban ke depan rasanya kaki udah lemes banget dan serasa nggak
berpijak. Muka pucat, mati gaya, mampet ide. Call it
ADK, Analisis Data Kategorik yang sukses
bikin saya patah hati akut.
Seperti kehidupan yang memiliki
rasa pahit dan manis, nggak selamanya hasil dari SKS ini menyedihkan alias sometimes it’s unexpected, di luar
nalar. Rasanya lebih menyenangkan dibanding ketemu dengan gebetan, ketika ujian
ternyata soalnya pas banget dengan apa yang dipelajari saat begadang
semalaman. Love it damn much!
Tapi yang seharusnya dan
sebenarnya-benarnya sih prepare well
dari jauh-jauh hari, dicicil bukan dikebut. Kalau kata anak gaul jaman sekarang
sih, “da apa atuh gue mah cuma manusia
biasa.” To be honest, budaya SKS
sudah menjadi sebuah kebiasaan, terutama untuk mahasiswa.
Kata buku tulis favorit saya
waktu jaman SD, experience is the best
teacher. Harapan sih seperti itu, tapi berdasarkan fakta yang ada, lagi dan
lagi pengalaman terutama pekan ujian dan SKS hanya menjadi janji klise di awal
tahun ajaran baru. Mahasiswa oh mahasiswa.
Tampaknya fenomena mahasiswa dan SKS sudah sulit untuk dipisahkan, let’s say, kayak gula dan kopi. Sudah
ditakdirkan untuk berjodoh kali ya?
Terlepas susah senangnya SKS yang
kebanyakan sih duka dan super deg-degannya, saya yakin suatu saat nanti, setelah
saya melepas status sebagai mahasiswa (2015, amiiin) momen-momen yang kayak
gini yang bakalan bikin kangen dan bikin susah move on. Salam hangat teruntuk para pejuang SKS di luar sana,
selamat berjuang syoob! Mari raih hasil setinggi-tingginya dengan dengan waktu
belajar seminimal mungkin. Kalo di matkul manajemen sih, buatlah se-efektif dan
se-efisien mungkin. Terakhir saya cuma mau bilang, jangan ngaku mahasiswa kalau
nggak pernah nyicipin yang namanya SKS. Let’s
try!
Jadi, sudah berapa gelas kopi
yang dihabiskan malam ini?:)
Tapi sekarang udah nikmatin hasilnya kan mbak? :D Selamat yaaa
ReplyDeleteSalam,
Oca