Halo! Alhamdulillah ya setelah
sekian lama vakum dunia perblogan akhirnya ada waktu buat nulis lagi dan
kebetulan pas banget ada event kepenulisan.
Workshop tantangan menulis bersama penulis gagasmedia merupakan acara yang digelar oleh
Litbang Koran Sindo yang bekerjasama dengan gagasmedia. A superthankyou Mbak Ica for invite me!:)
Acara ini diselengggarakan di
Auditorium Gedung Sindo yang terletak di daerah Gondangdia. Persyaratan menjadi
peserta sangat mudah yaitu mengirim data diri melalui email dan membawa buku bacaan sebagai tiket masuk. Kebetulan gue
dan Ica sampai disana pukul 11;30 hehe kepagian sih tapi better on time than late kan? Letak stasiun ke kantor Sindo
ditempuh dengan berjalan kaki. Sekitar 5 menit langsung sampai di TKP. Begitu kami
sampai, Mbak Esti selaku koordinator acara ini langsung menyambut kami dan
memberikan sekotak makan siang dari Bakmi GM, buku saku dari gagasmedia berjudul
How to Publish your Writing, air
mineral botol, dan kupon doorprize. Btw, Mbak Ica super beruntung dapet powerbank waktu pengocokan doorprize. Ternyata kotak makan
ituberisi nasi goreng seafood yang endeees
banget. Alhamdulillahya rezeki nggak kemana. Selesai makan kami memutuskan
untuk sholat dulu sebelum acara dimulai. Waktu itu di TKP baru ada sekitar 5
orang gitu, termasuk kita berdua.
Acara dimulai pukul satu tiga
puluh siangnyarismenuju jam dua. Terlambat setengah jam lebih dari waktu yang
dijadwalkan karena menunggu peserta yang terjebak kereta yang mengalami
gangguan. Akhirnya acara pun dimulai dengan sambutan dari ketua acara Mbak
berkerudung merah yang kalo nggak salah sih namanya Mbak Lita hehehe pardon if i’m wrong. Lalu dilanjut oleh
perwakilan dari sindo yaitu wakil kepala redaksi, Mas Jack –nama gaul di
Jakarta- dengan nama asli Mas Joko yang membagikan pengalaman sehari-harinya
dengan super seru dan menekankan tentang pentingnya membaca pda generasi muda. Next, acara pun dipandu oleh MC yang
lupa juga namanya hehe dan dimulailah sesi pertama bersama Mbak Windry
Ramadhina. Mbak Windry Ramadhina merupakan penulis gagasmedia yang sudah
mengeluarkan 7 buah novel. Psst rencananya
novel berjudul london mau difilmkan loh. Di sesi ini Mbak Windry membahas tentang ide yangs eringkali menjadi
masalah bagi penulis.
Dalam workshop sesi pertama ini Mbak
Windry menjelaskan bahwa ide itu bukan merupakan sesuatu yang sulit dijangkau
melainkan mudah didapat dimana saja. Bahkan dari hal-hal sederhana yang ada di
sekitar kita seperti gambar, tempat, benda, bahkan kata. Serunya, di workshop
ini kita tidak hanya diberikan materi melainkan langsung berlatih. Menariknya adalah
meskipun objek yang menjadi sumber inspirasi kita sama, namun setiap orang
memiliki penafsiran yang berbeda-beda ketika menerjemahkannya menjadi sebuah
ide tulisan. Shooo interesting!
Practices make perfect.Semakin kita sering berlatih, semakin
sering kita mencoba, maka semakin mudah untuk kita mendapatkan ide-ide menarik
dari hal-hal yang ada di sekitar kita. kuncinya adalah melihat, mendengar, dan
membaca. Buka mata, buka telinga dan buka hati. Amati, pahami, dan resapi. Google juga sangat membantu loh. Nggak nyangka
banget ternyata dari sebuah kata, gambar, bahkan quotes yang kita temukan secara tidak sengaja saat berselancar di
dunia maya bisa dikembangkan menjadi sebuah ide yang luar biasa. Contoh nyatanya
adalah novel Mbak Windry yang berjudul London. Inspirasi awalnya datang dari
sebuah kata, “pluviophile” yang
berarti orang yang mencintai hujan. Kemudian ide awal tersebut dikembangkan
menjadi sebuah ide menarik, yaitu hujan identik dengan turunnya malaikat. Kenapa
tidak menjadikan ide awal sebuah novel dengan menampilkan sesosok malaikat
berwujud gadis yang sangat cantik—seperti bidadari-yang suka menari di bawah
guyuran hujan. Tentunya ide awal harus dikembangkan sehingga dapat menjadi
novel yang menarik. Tak lepas dari aspek-aspek yang harus ada seperti tema,
latar belakang, sudut pandang, alur, penokohan, konflik, klimaks, dan
lain-lain.
Sesi kedua diisi oleh Mbak Widya
Oktavia, editor gagasmedia yang menjelaskan tentang tips dan trik untuk
menembus penerbit. Pokonya komplit banget deh penjelasannya di buku saku yang
dibuatoleh gagasmedia. Mbak Widya juga menekankan bahwa terlebih dahulu yang
harus kita perhatikan adalah tema besar tulisan kita, genre tulisan yang kita
buat. Misal, campus drama. Setelah itu
barulah kita mencocokkan dengan penerbit yang ada sehingga penerbit yang kita
tuju tidak salah sasaran. Karena gerbang utama kita dalam menembus penerbit
adalah cocok tidaknya tulisan yang kita buat dengan jenis novel yang diproduksi
oleh penerbit tersebut.
Jumlah tulisan yang masuk ke
dalam sebuah penerbit tentunya sangat banyak. Oleh karena itu kita harus mampu
memikat hati editor agar nasib kita selanjutnya bisa dperjuangkan terutama saat
rapat redaksi. Syukur-syukur sih akhirnya goal, yeay!! Lima halaman pertama
menjadi titik tolak utama hidup matinya naskah kita. kalau dalam lima halaman
kita bisa memikat, besar peluang naskah kita untuk diterbitkan. So, let’s start with a work hard. Ya semacam
berjuang dulu mati-matian di awal. Lalu, Mbak Widya juga menjelaskan jangan
sampai kalimat pembuka novel kita terlalu mainstream seperti: kring...kriiing...kriiing jam
weker berbunyi menandakan waktu sudah pagi diiringi oleh cahaya mentai yang masuk
melewati ventilasi. Ya, misalnya gitu. Kalimat pembuka yang super hits di masanya, sekitar 2-3 tahun yang
lalu.
Being mainstream is boring. Berbeda lebih baik daripada latah dengan apa yang tren di masanya. Justru jatuhnya jadi nggak unik lagi ketika semua orang melakukan hal yang sama.
Being mainstream is boring. Berbeda lebih baik daripada latah dengan apa yang tren di masanya. Justru jatuhnya jadi nggak unik lagi ketika semua orang melakukan hal yang sama.
Nilai tambah berupa informasi
baru bagi pembaca juga merupakan salah satu daya tarik bagi editor. So, jangan malas untuk riset, membuat outline, mengumpulkan informasi
sebanyak-banyakya dan jangan sampai mengikuti perkembangan tren yang ada. Kan nggak
bagus juga jika bahasa gaul yang dimaksudkan penulis digunakan oleh anak muda
masa kini ternyata sudah basi alias kurang up
to date. Dimana ada kemauan pasti ada jalan. Asal jangan berhenti di tengah
jalan, tanpa penyelesaian. Workshop pun ditutup dengan tantangan menulis dari Mbak
Windry dan Mbak Widya yaitu membuat tulian yang mengandung tiga kata ‘laguna,
merah, dan hujan’ dalam waktu tiga puluh menit. Such an awesome experience. Upgrade our writing skill in a fun way. Nggak sabar untuk ikut acara
semacam ini lagi. Semoga berjodoh di lain waktu dan kesempatan.
Ps; ngarep.com banget untuk jadi volunteer festival penulis dan pembaca
gagasmedia tahun ini. Semoga kesampean YaAllah.
Thankyou for visiting my blog. Let's connect & be a friend:D
Cheers,
Ifa